Postingan ini aku tulis sebagai tanggapan terhadap komentar seorang saudara kita yang tampaknya bermazhab "salafi". Ia berpandangan bahwa untuk memahami Islam, kita harus hafal seluruh ayat Al-Qur'an dan semua hadits. Dengan kata lain, katanya, orang yang lebih banyak hafalannya pastilah lebih memahami. Benarkah pandangannya itu?
Bagi kita pada umumnya selaku orang awam, mungkin pandangan sang komentator tersebut "masuk akal". Namun daripada bersandar pada penalaran orang awam, marilah kita kembalikan persoalan ini kepada Allah Sang Mahatahu dan rasul-Nya.
Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa dihendaki Allah mendapatkan kebaikan, maka Dia akan memberinya pemahaman tentang agamanya." (muttafaq 'alayh)
Hadits tersebut menunjukkan bahwa prasyarat mutlak untuk memahami agama adalah "dikehendaki Allah". Menghafal seluruh ayat Al-Qur'an dan semua hadits bukanlah prasyarat mutlak untuk memahami Islam. Tidak ada dalil yang menyatakan "Barangsiapa menghafal seluruh ayat Al-Qur'an dan semua hadits, maka Dia akan memberinya pemahaman tentang agamanya."
Bahwa hafalan bukanlah prasyarat mutlak untuk memahami Islam, itu ditegaskan dalam hadits shahih lainnya. Di sana, secara tersirat dinyatakan bahwa menghafal dan memahami itu berbeda dan tidak selalu searah. Perbedaan antara hafizh (penghafal) dan faqih (yang memahami) itu ditegaskan oleh Rasulullah saw. sebagai berikut:
Semoga Allah memberi kebaikan kepada orang yang mendengarkan perkataanku kemudian dia menghafalnya, lalu menyampaikannya sebagaimana yang dia dengarkan. Bisa jadi [hafizh] yang membawa fiqh bukanlah seorang faqih, dan bisa saja [hafizh] orang yang membawa fiqh ini membawanya kepada orang yang lebih faqih daripada dirinya.
Hadits tersebut diriwayatkan dalam beberapa redaksi yang berbeda dari Zaid bin Tsabit, Ibn Mas'ud dan lain-lain. Sebagaimana disebutkan di dalam Shahih al-Jami' ash-Shaghir (6763-6766).) Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat link yang aku sertakan pada jawabanku terdahulu. Wallaahu a'lam.
15/12/09 23:02
Ehm.. Permisi.. Memang itu bukan syarat mutlak, tapi merupakan sebuah impilkasi. Setidaknya begitulah cara memahami islam.
Orang yang paham biologi pasti banyak hapal ilmunya, data-data mahluk hidup, dan seluk beluk sejarahnya.
Kehendak Allah dan ridho Allah kan cara mencarinya lewat tuntunan yang Allah turunkan. Al Qur'an kan? Ibadah, syariah, dll dipahaminya lewat mana, Qur'an Hadits. Nah, dengan hafal dan tahu maknanya diharapkan berimplikasi paham agama islam.
Prakara jadi paham atau tidak ya kehendak Allah. Tapi kalo gak mempelajari Al Quran dan Hadits gimana bisa paham islam cobak. Punya usul buat memahami islam TANPA al qur'an dan hadits?
Begitu kira2.
Post a Comment